/* footer_wrapper ---------------------------- */ #footer_wrapper{ width: 100%; position: relative; float: left; background:#ff69b4; border: px solid #ff0000; padding:%; } #footer_wrapper1{ float:left; width:30%; margin:1px; background:#7cfc00; padding:1%; } #footer_wrapper2{ float:left; width:30%; margin-top:1%; margin-bottom:1%; background:#7cfc00; padding:1%; } #footer_wrapper3{ float:left; width:30%; margin:1%; background:#7cfc00; padding:1%; }

Sunday 26 June 2011

keterjajahan teknologi informasi

baru saja bangsa ini memperingati hari kemerdekaan. momentum itu sangat pas untuk melakukan refleksi besar, antara lain soal kemandirian di bidang teknologi informasi(IT). harus jujur diakui, di bidang teknologi informasi kita belum 100% merdeka bahkan kita seperti budak belian yang tak kuasa melawan dominasi bangsa lain. Intervensi asing dan hegeroni para kapitalis besar hingga kini masih menjadi "kumpeni" itu ternyata negeri sebelah bernama Malaysia dan Singapura. sementara Indonesia hanya berposisi sebagai "sapi perah" dan ladang subur untuk mengais ringgit dan dolar bagi dua negari itu.
sebut saja keberadaan operator seluler dan jaringan internet yang semua berbasis di kedua negara itu. tak pelak, setiap kali membeli voucher pulsa atau melakukan pencarian (brwoser) di internet, charge yang terisap langsung lari ke negeri jiran itu. lebih parah lagi, beberapa dokumen rahasia milik negara kini dalam ancaman "penelanjangan" singapura lantaran traffic administrator jaringan internet kita dikendaliakn negeri Singa.
selain dunia cyber, keterjajahan kita yang lain menyangkut peranti lunak (software) yang kita gunakan. lagi-lagi kita harus berlapang dada karena masih bergantung pada orang lain. misalnya, soal dominasi peranti lunak property (peranti lunak berlisensi) yang masih merajai pasar dalam negeri. hampir 90% lebih peranti lunak yang beredar di indonesia termasuk yang berlisensi. dengan kosekuensi, jika ingin memakai produk itu kita harus membeli dengan harga teramat mahal. sebut saja peranti lunak milik perusahaan raksasa Microsoft Corporation seperti Windows, Microsoft Office, dan semua variannya. peranti lunak itu dilindungi undang-undang dan karena itu siapa pun yang memakai tanpa izin (ilegal, membajak) akan dikenai sanki cukup berat dari denda sampai kurungan penjara. Masalah Besar bagi negara berkembang seperti Indonesia, persoalan itu tak bisa dianggap sepele. kebiasaan kita memakai peranti lunak berlisensi telah menumbuhkan ketergantungan dan membuat kita tak mandiri. kita selalu terpaku dan menunggu produk perusahaan pembuat peranti lunak berlisensi, tanpa berupaya berinovasi. Pendiri The free Software Movement, Richard Mattew Stallman, mengingat tentang bahaya dominasi peranti lunak berlisensi bagi negara berkembang. Dia menjelaskan, akibat yang timbul adalah ketergantungan akut serta menjadikan negara "jajahan" sebagai ladang bisnis. Rupanya benar, pernyataan Stallman itu kini sedang berlangsung di Indnesia. Argumen itu cukup beralasan karena para pemilik peranti lunak berlisensi akan memesang tarif tinggi pada produk mereka. Para calon penggguna (user)dihsruskan membeli (karena sudah dimonopoli ), sehingga sangat menguntungkan bagi si pemilik. Aroma ekonomi memang kental pada peranti lunak berlisensi itu. Maka bukan hal yang menghebohkan jika pemilik Microsof, Bill Gates, pernah dinobatkan sebagai orang terkaya di dunia. Open Source menyadari teknologi tak semata-mata alat untuk mempermudah pekerjaan manusia, tetapi juga menunjukkan kedaulatan suatu negara, kita harus segera mengambil langkah cepat.

No comments:

Post a Comment